Definisi
KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga) juga sering dikenal domestic violence (kekerasan domestik). Menurut UU No. 23 Tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT),- suami, istri, dan anak;
- orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada point 1 karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
- orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
Jadi sudah jelas ya, korban KDRT bisa saja suami, istri, atau anggota keluarga lain.
Jumlah Kasus
Bentuk KDRT
Kekerasan fisik
Kekerasan psikis
Kekerasan psikis menurut UU No.23 Tahun 2004 adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Menurut Murphy & Cascardi, kekerasan psikologis merupakan kekerasan non fisik berupa tindakan paksaan (coercive) atau permusuhan (aversive) yang dimaksudkan untuk menimbulkan luka emosional atau ancaman bahaya.
Menurut Maiuro, kekerasan psikologis berupa: a) merendahkan citra (self-image) atau harga diri (self-esteem) orang lain, b) pasif-agresif menahan dukungan dan pengasuhan emosional, c) perilaku mengancam eksplisit dan implisit, d) membatasi wilayah pribadi dan kebebasan (Caroll dkk, 2010).
Santoso (2019) menyebutkan perilaku seperti mengancam, mengintimidasi, mencaci maki/penghinaan, bullying dan lain sebagainya.
Kekerasan seksual
Kekerasan seksual menurut UU No.23 Tahun 2004 meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, atau pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Sedangkan Koss & Achilles berpendapat bahwa kekerasan seksual mengacu pada tindakan penetrasi atau sentuhan seksual yang tidak diinginkan yang dilakukan dengan menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, atau ketika korban tidak mampu atau tidak dapat memberikan persetujuan atau consent (Caroll dkk, 2010).Penelantaran rumah tangga
Dikutip dari UU No.23 Tahun 2004, penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga adalah tidak memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang dalam lingkup rumah tangga, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian itu wajib untuk diberikan.
Pada UU tersebut juga disebutkan penelantaran rumah tangga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut.
Santoso (2019) berpendapat bahwa penelantaran bukan hanya secara finansial (tidak memberi nafkah, tidak mencukupi kebutuhan, dll) namun juga penelantaran secara umum yang menyangkut hidup rumah tangga (pembatasan kesehatan dan pendidikan, tidak memberikan kasih sayang, kontrol yang berlebihan, dll).
Faktor KDRT
Adanya banyak ahli yang menjelaskan tentang faktor-faktor terjadinya KDRT. Salah satunya Howard (2010) yang mengatakan riwayat kekerasan masa kanak-kanak diidentifikasi sebagai faktor risiko kekerasan dalam rumah tangga dimasa dewasa, selain itu menyaksikan kekerasan orang tua dan kemiskinan juga menjadi faktor.Kurangnya komunikasi, ketidakharmonisan, alasan ekonomi, ketidakmampuan mengendalikan emosi, ketidakmampuan mencari solusi masalah rumah tangga apapun, dan kondisi mabuk karena minuman keras dan narkoba (Wahab, 2006).
- Terdapat hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri. Budaya patriarki membuat laki-laki memiliki kuasa yang lebih tinggi dibanding perempuan, setelah menikah perempuan dianggap sebagai milik suami. Sehingga hal itu menimbulkan ketimpangan karena suami memiliki kuasa lebih terhadap istri.
- Ketergantungan ekonomi. Budaya patriarki memberi pandangan bahwa istri seharusnya bergantung pada suami. Fenomena itu membuat sebagian istri tidak terbiasa untuk mandiri atau berdaya secara ekonomi. Alhasil ketika KDRT terjadi membuat istri bertahan.
- Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik. Kekerasan dilakukan dengan tujuan istri dapat memenuhi harapan suami tanpa melakukan perlawanan.
- Persaingan. Budaya membuat pandangan bahwa laki-laki tidak boleh kalah atau lebih rendah dari perempuan, sehingga ketika terjadi kekerasan terhadap istri hanya untuk memenuhi ego laki-laki atau suami.
- Frustasi. Kekerasan terjadi karena lelah secara psikis sehingga menciptakan frustasi diri dan kurangnya kemampuan coping stress suami. Frustasi muncul karena ketidak sesuaian antara harapan dan kenyataan.
- Kesempatan yang kurang bagi perempuan dalam proses hukum.
Nah setelah membaca tulisan tadi, bagaimana pendapatmu mengenai isu KDRT, Feels?
Sources
Alimi, Rosma (2021). Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Perempuan. Jurnal Pengabdian dan Penelitian Kepada Masyarakat, 20-27.
Carol, E. Jordan, Campbell, Rebecca., & Follingstad, Diane. (2010). Violence and Women's Mental Health: The Impact of Physical, Sexual, and Psychological Aggression. Annu. Rev. Clin. Psychol, 607-628.
Howard, Louise, M., Trevillion, Kylee., & Davies, Roxane Agnew. (2010). Domestic Violence and Mental Health. International Review of Psychiatry, 525-534.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 95. Sekretariat Negara. Jakarta
MetroTVNews.com. (2022, Oktober 4). KemenPPPA Rilis Data Jumlah Kasus KDRT di Indonesia hingga Oktober 2022. Dipetik Oktober 11, 2022, dari https://www.metrotvnews.com/play/b2lCrdXL-kemenpppa-rilis-data-jumlah-kasus-kdrt-di-indonesia-hingga-oktober-2022
Santoso, Agung Budi. (2019). Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap Perempuan: Perspektif Pekerjaan Sosial. Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, 39-57.
Wahab, Rochmat. (2006). Kekerasan dalam Rumah Tangga: Perspektif Psikologis dan Edukatif. UNISIA, 247-256.
Suara
Komentar
Posting Komentar