Langsung ke konten utama

Fatherless Family: Ketika Ayah Hanya Tahu Cari Uang Saja?

Mengasuh anak sejatinya adalah tanggung jawab utama orang tua, bapak dan ibu. Namun ada juga pandangan menurut beberapa orang yang beranggapan bahwa mengasuh anak dan mengurus pekerjaan rumah tangga adalah tugas ibu. Sedangkan peran bapak hanyalah pencari nafkah saja, sehingga bapak tidak banyak berperan dalam parenting bahkan sangat minim. Fatherless family , sebuah label yang diberikan kepada sebuah keluarga dimana peran ayah dalam pengasuhan anak dikeluarga tersebut yang minim baik secara fisik maupun psikis. Fatherless merupakan kombinasi dari jarak secara fisik dan emosional antara ayah dan anaknya. Pandangan anak tentang keterlibatan ayahnya menandakan esensi dari peran ayah dalam kehidupan anak. Benarkah seperti itu? Feel You akan mencoba membahas fenomena fatherless family . Mengapa fatherless family bisa terjadi? Di negara barat Peningkatan jumlah orang tua tunggal disebabkan oleh meningkatnya perceraian. Adanya perubahan sosial juga berkontribusi terhadap peningkatan kondisi

Tak Hanya Secara Hukum, Ini yang Dialami saat Proses Perceraian

Mungkin selama ini yang kita tahu dalam proses perceraian pada pasangan suami dan istri adalah proses yang dilalui secara hukum yang berakhir secara resmi dengan sebuah keputusan hukum melalui pengadilan. Namun menurut pendapat ahli psikologi keluarga, sebenarnya ketika pasangan suami dan istri memutuskan untuk bercerai, sebelumnya ada beberapa tahap proses yang telah terjadi. Itu artinya, perceraian adalah sebuah "akhir" dari proses tersebut dan terdapat kejadian atau situasi yang memicu perceraian.

Menurut Paul Bahanon, ahli psikologi keluarga, terdapat beberapa tahapan pada proses perceraian. Feel You akan jelaskan pada tulisan kali ini.

Source: freepik on www.freepik.com

Perceraian finansial (financial divorce)

Ketika sudah bercerai, seorang mantan istri tidak lagi mempunyai hak untuk mendapatkan jatah uang untuk belanja keperluan keluarga dari mantan suami. Terkecuali perihal keuangan yang akan digunakan untuk membiayai anak-anak. Meskipun telah bercerai, seorang ayah tetap memiliki kewajiban untuk merawat, membiayai, serta mendidik anak-anaknya. Orang tua tetap memiliki kewajiban untuk membiayai dan merawat anak-anaknya sampai dengan anak tersebut mandiri atau mencapai usia tertentu (misal usia 24 tahun, setelah lulus dari pendidikan sarjana).


Perceraian koparental (coparental divorce)

Pasangan yang telah bercerai dan hidup terpisah, tidak akan lagi mempunyai kebersamaan dalam mengasuh anak-anaknya. Namun perceraian tidak merubah kewajiban mereka sebagai orang tua. Biasanya mereka akan melaksanakan perjanjian yang telah disepakati bersama terkait tugas pengasuhan anak-anak. Hal ini dilakukan agar anak-anak mereka tetap mendapatkan dan merasakan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya.

Namun dalam kenyataannya, tidak jarang orang tua yang telah bercerai merasa kecewa, terluka, bahkan depresi. Hal tersebut mengakibatkan mereka tidak mampu melaksanakan tugasnya sebagai orang tua secara maksimal. Peristiwa perceraian membayangi pikiran dan perasaan orang tua. Tidak jarang berpengaruh pada komitmen dalam melaksanakan tugas pengasuhan, sehingga anak-anak terabaikan.

Baca juga: Inilah Penyebab Perceraian dalam Pernikahan Menurut Psikologi

Perceraian hukum (law divorce)

Perceraian secara resmi ditandai dengan keputusan hukum melalui pengadilan. Dengan keputusan tersebut, baik mantan pasangan suami dan istri mempunyai hak yang sama dalam menentukan masa depan kehidupannya tanpa dipengaruhi pihak lain termasuk menikah kembali dengan orang lain yang dianggap cocok dengan dirinya. Selain itu, dengan keputusan resmi yang ada, mantan pasangan suami dan istri mendapatkan status sebagai janda atau duda.


Perceraian komunitas (community divorce)

Menikah merupakan usaha untuk menyatukan dua komunitas budaya, adat kebiasaan, sosial kekerabatan, kepribadian yang berbeda menjadi satu. Ketika lelaki dan perempuan menikah, mereka dinilai bukan sebagai dua individu yang berbeda. Mereka menganggap dirinya sebagai satu kesatuan dan apa yang dimiliki akan menjadi milik bersama. Ketika terjadi perceraian, mereka akan kembali pada komunitas masing-masing. Mereka mungkin tidak lagi berkomunikasi maupun berhubungan dengan pihak-pihak keluarga maupun kolega dari mantan pasangannya.

Perceraian psiko-emosional (psycho-emotional divorce)

Hidup dalam satu rumah atau bertemu secara fisik bukanlah tolak ukur keutuhan hubungan suami dan istri. Ada masanya pasangan suami dan istri tidak merasa dekat atau jauh secara emosional satu sama lain meskipun mereka masih tinggal dalam satu rumah sebelum bercerai. Masing-masing dapat bersikap cuek, tidak mau berkomunikasi, serta tidak saling memberikan kasih sayang.


Perceraian fisik (physical divorce)

Sebuah kondisi dimana mantan pasangan suami dan istri sudah tidak lagi tinggal bersama serta menjauhkan diri dari mantan pasangan hidupnya. Mereka tidak lagi bertemu dan berkomunikasi secara intens. Perceraian fisik ini terjadi setelah adanya putusan resmi secara hukum.

Sources

Dariyo, Agoes. (2004). Memahami Psikologi Perceraian dalam Kehidupan Keluarga. Jurnal Psikologi, 94-100.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fatherless Family: Ketika Ayah Hanya Tahu Cari Uang Saja?

Mengasuh anak sejatinya adalah tanggung jawab utama orang tua, bapak dan ibu. Namun ada juga pandangan menurut beberapa orang yang beranggapan bahwa mengasuh anak dan mengurus pekerjaan rumah tangga adalah tugas ibu. Sedangkan peran bapak hanyalah pencari nafkah saja, sehingga bapak tidak banyak berperan dalam parenting bahkan sangat minim. Fatherless family , sebuah label yang diberikan kepada sebuah keluarga dimana peran ayah dalam pengasuhan anak dikeluarga tersebut yang minim baik secara fisik maupun psikis. Fatherless merupakan kombinasi dari jarak secara fisik dan emosional antara ayah dan anaknya. Pandangan anak tentang keterlibatan ayahnya menandakan esensi dari peran ayah dalam kehidupan anak. Benarkah seperti itu? Feel You akan mencoba membahas fenomena fatherless family . Mengapa fatherless family bisa terjadi? Di negara barat Peningkatan jumlah orang tua tunggal disebabkan oleh meningkatnya perceraian. Adanya perubahan sosial juga berkontribusi terhadap peningkatan kondisi

Cinta Bukan Cuma Romantis Saja, Ini Bentuk Lainnya Menurut Psikologi

Berbicara tentang cinta, banyak sekali maknanya menurut setiap orang dengan pengalamannya masing-masing. Tapi cinta itu apa sih ? Apakah cinta hanya untuk hubungan romantis dengan pasangan saja? Apakah ada bentuk cinta yang lain? Bagaimana juga dengan cinta kepada teman-teman atau bahkan kepada Tuhan? Berikut ini adalah bentuk-bentuk cinta menurut tokoh psikologi, Rollo May, yang Feel You tulis buat kamu Feels. 1. Sex Seks adalah fungsi biologis yang dapat dipuaskan melalui hubungan seksual atau pelepasan ketegangan seksual lainnya. 2. Eros Terjadi kebingungan perbedaan antara eros dan seks. Seks merupakan kebutuhan fisiologis yang mencari kepuasan melalui pelepasan ketegangan. Berbeda dengan seks, eros merupakan dorongan psikologis yang menginginkan hubungan seksual melalui pernikahan yang langgeng dengan orang yang kita cintai. Eros is making love, sex is manipulating organs . Eros berorientasi pada hubungan yang awet, sedangkan seks adalah keinginan untuk merasakan kesenangan. Eros

5 Isu Penting Hubungan dengan Mertua dan Bagaimana Menyikapinya

Ketika kamu berpikir bahwa setelah menikah nanti hanya akan ada kamu dengan pasanganmu saja, pemikiran tersebut salah besar. Mungkin selama beberapa hari setelah pesta pernikahan iya, hanya ada kamu dan pasanganmu saja untuk menghabiskan moment honeymoon . Namun setelahnya, tentu keluarga dari pasanganmu berekspektasi bahwa mereka juga bagian dari hidupmu. Beberapa budaya non-barat, keterlibatan orang tua lebih menonjol dan terang-terangan. Pada beberapa pasangan setelah menikah, istri akan ikut tinggal bersama suami dan orang tua suami tanpa batas waktu tertentu. Sedangkan pada budaya barat, hubungan dengan mertua tidak terbentuk secara kaku namun tetap ada. Tidak bisa dipungkiri ketika seseorang menikah, dirinya akan menjadi bagian dari keluarga besar pasangannya. Bisa dikatakan bahwa kita juga menikahi sebuah keluarga, termasuk kebaikan dan keburukannya. Bagaimana baik atau buruknya, dekat atau jauhnya hubungan kita dengan keluarga pasangan bergantung pada kesempatan atau moment yan